Pariwisata

Desa Kanigoro memiliki beberapa pantai diantaranya Pantai Ngrenehan, Pantai Ngobaran, Pantai Nguyahan, Pantai Parangracuk, dan Pantai Ngluwen. Pantai Ngrenehan sebagai tempat para nelayan lokal, hal ini sebagai bukti atau realitas dari kehidupan dan penghidupan petani nelayan yang terbentuk secara alamiah. Proses tersebut terwujud karena terakumulasi dari kondisi atau keadaan yang memungkinkan masyarakat harus berbuat dan bertindak serta bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Hal ini merupakan sebuah tantangan untuk mempertahankan hidup dalam memanfaatkan hasil kekayaan lautnya. Pantai Ngobaran sebagai tempat spiritual, hal ini didukung lokasinya yang masih menjadi bagian dari mitos bagi sebagian masyarakat Jawa tentang penguasa laut selatan dan perjalanan sejarah Prabu Brawijaya dimasa akhir kekuasaannya dari Kerajaan Majapahit sehingga banyak didatangi para wisatawan khususnya spiritual dari berbagai daerah. Pantai Nguyahan, Toroudan dan sekitarnya sebagai tempat wisata alam yang masih memiliki potensi keaslian alamnya serta masih bersih dari polusi. Disamping itu, panorama berupa pegunungan berbatu yang berbukit-bukit merupakan daya tarik tersendiri sehingga banyak dikunjungi wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara yang setiap tahun menunjukkan adanya laju dan peningkatan. Desa Kanigoro mempunyai beberapa pantai yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat wisata. Namun, pengelolaan dan sarana prasarana pariwisata di Desa Kanigoro kurang optimal sehingga belum banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara. Apabila ada kerjasama yang baik antara masyarakat di Desa Kanigoro dan pemerintahan di Kabupaten Gunungkidul untuk meningkatkan potensi pariwisata tersebut maka secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Kanigoro pada khususnya dan masyarakat Gunungkidul pada umumnya.

1. Pantai Nguyahan

 
Pantai Nguyahan yang terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul punya cerita menarik di balik keindahannya. Pantai yang jarang dijamah wisatawan itu, hampir berdampingan dengan Pantai Ngobaran dan berjarak sekitar satu kilometer dari Pantai Ngrenehan. Nama Nguyahan berasal dari kata uyah atau garam dalam bahasa Jawa. Kamilah, 50, warga Gebang, Desa Kanigoro, Saptosari, mengatakan, berdasarkan cerita orang tua di desanya, dahulu Nguyahan dijadikan sebagai tempat untuk membuat garam. Air dari Nguyahan yang direbus bisa berubah menjadi garam. 

Kebanyakan wisatawan tidak mengunjungi Nguyahan karena mereka tidak mengetahui keberadaan pantai indah itu. Wisatawan umumnya hanya mengunjungi Ngobaran dan tidak melanjutkan perjalanan ke Pantai Nguyahan yang hanya berjarak sekitar 200 meter. Ini karena tidak adanya petunjuk menuju ke Pantai Nguyahan. Selain itu, jalan menuju Nguyahan masih berupa tanjakan sempit dipenuhi bebatuan. Tidak semua kendaraan bermotor bisa masuk pantai. Praktis, tidak banyak yang mengetahui ada pantai seindah Nguyahan yang berada di sebelah Ngobaran. 

Nguyahan punya panorama pasir putih yang masih bersih. Pantai yang landai juga membuat pengunjung bisa dengan santai memanjakan diri bermain ombak. Pantai ini dikeliling dua tebing yang berjarak sekitar 100 meter.

2. Pantai Ngobaran


Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu.

Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama "Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini.

Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut Kejawen. Saat YogYES berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut Kejawen sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan perbedaannya.

Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).

Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.

Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura tersebut.

Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung dapat melihat lautan. Ketika YOGYES menanyakan pada penduduk setempat, tak banyak yang tahu tentang alasannya. Bahkan, penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang sebenarnya.

Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.

Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf kehidupannya.
Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat peribadatan hingga hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain. (YogYES.COM)

3. Pantai Ngrenehan


Pantai ngrenehan, terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Berjarak sekitar 30km dari Wonosari atau sekitar 60km dari pusat kota Jogja.

Masih belum banyak orang yang tau keberadaan pantai ini, karena letaknya yang tersembunyi, melewati jalan kecil yang meliuk dan berombak, dan masih belum terdapat sarana transportasi yang menuju langsung ke lokasi.

Sama dengan Pantai Depok di Kabupaten Bantul,anda juga dapat menikmati sajian menu sea food di sini, karena di Pantai Ngrenehan juga terdapat Tempat Pelelangan Ikan, sehingga anda dapat langsung membeli aneka hasil laut yang masih segar. Dan untuk anda yang tidak mau repot masak sendiri, terdapat pula warung-warung makan yang menyediakan aneka makanan olahan hasil laut juga. Tak heran, karena di sekitar pantai ini terdapat kampung nelayan.

Sembari menunggu masakan matang, anda bisa menikmati keindahan pantai ini, bermain-main di pasirnya yang putih, menikmati deburan ombak yang menabrak karang hingga memancing di batu-batu karang. Dan, anda juga dapat menikmati pantai ini dari ketinggian, yaitu dari sebuah bukit yang berada di samping pantai ini. ( kotajogja.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar